Translate

Rabu, 04 September 2013

Kritik Terhadap Aliran Adat Istiadat, Hedonisme, Humanisme, Utilitarianisme, Vitalisme

Kritik Terhadap Aliran Adat Istiadat, Hedonisme, Humanisme, Utilitarianisme, Vitalisme

A.       Adat Istiadat (Sosialisme)
Menurut aliran ini baik atau buruk ditentukan berdasarkan adat-istiadat yang berlaku dan ditentukan berdasarkan adat-istiadat yang berlaku dan dipegang teguh oleh masyarakat. Orang yang mengikuti dan berpegang teguh pada adat dipandang baik, dan orang yang menentang dan tidak mengikuti adat-istiadat dipandang buruk, dan kalau perlu dihukum secara adat.
1.      Argumen
Melihat hal ini argumen saya adalah pandangan baik buruk menurut adat istiadat atau sosialisme itu sifatnya masih nisbi dan relatif karena adat istiadat setiap masyarakat itu tidak sama semuanya. Sehingga secara ilmiah pandangan ini masih belum mencapai tingkat kepuasan karena masih belum memandang secara objektif terhadap perbuatan baik atau buruk.
2.      Faktanya adalah misalnya antara adat istiadat orang barat dengan orang timur itu berbeda dalam beberapa hal, maka dalam pandangan penilaian apakah itu baik atau buruk pun pasti berbeda. 
3.      Solusi
Dalam memberikan pandangan dan penilaian baik atau buruk harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan, tempat, suku, agama, ras dan lain-lain yang sesuai dengan adat istiadat masing-masing.

B.        Hedonisme
Aliran hedonisme adalah aliran filsafat yang terhitung tua, karena berakar pada filsafat yunani, khususnya pemikiran filsafat Epicurus (341-270 SM), yang selanjutnya dikembangkan oleh Cyrenics sebagaimana telah diuraikan diatas, dan belakangan ditumbuh-kembangkan oleh Freud.
Menurut paham ini banyak yang disebut perbuatan yang baik adalah perbuatan yang banyak mendatangkan kelezatan, kenikmatan, dan kepuasan nafsu biologis. Aliran ini tidak mengatakan bahwa semua perbuatan mengandung kelezatan, melainkan ada pula yang mendatangkan kepedihan, dan apabila disuruh memilih manakah perbuatan yang harus dilakukan, maka yang dilakukana adalah yang mendatangkan kelezatan. Epicurus sebagai peletak dasar paham ini mengatakan bahwa kebahagiaan atau kelezatan itu adalah tujuan manusia. Tidak ada kebaikan dalam hidup selain kelezatan dan tidak ada keburukan kecuali penderitaan. Dan akhlak itu tak lain dan tak bukan adalah berbuat untuk menghasilkan kelezatan dan kebahagiaan serta keutamaan. Keutamaan itu tidak mempunyai nilai tersendiri, tetapi nilainya terletak pada kelezatan yang menyertainya.
Namun demikian Epicurus lebih mementingkan kelezatan akal dan rohani ketimbang kelezatan badan, karena badan itu terasa dengan lezat dan derita selama adanya kelezatan dan penderitaan itu saja, dan badan itu tak dapat mengenangkan kelezatan yang telah lalu dan tidak dapat merencanakan kelezatan yang akan datang. Yang dapat merencanakan kelezatan itu adalah akal dan rohani. Oleh karena itu kelezatan akal dan rohani itu lebih lama dan lebih kekal daripada kelezatan badan. Dengan demikian pandangan Aliran Hedonisme tentang kelezatan ini sifatnya masih bercorak ilmiah dan intelektualistik.
1.      Argumen
Dalam hal ini pandangan hedonisme yang terdahulu dengan yang sekarang itu berbeda dalam penilaian dan pandangan baik atau buruk suatu perbuatan, sehingga dalam prakteknya paham hedonis pada zaman sekarang lebih mementingkan kepada kelezatan badan atau biologis saja dan pandangan hedonisme kepada hal intelektual dan rohani seakan-akan menjadi tidak ada atau menjadi hilang.
2.      Fakta
Dalam memandang dan menilai sesuatu itu baik atau buruk paham hedonime pada masa kini hanya kepada kelezatan, kenikmatan dan kepuasan biologis atau seksual saja. Sehingga seksual itu menjadi hal biasa dilakukan karena dianggap itu adalah hal yang baik.
3.      Solusi
Maka dari itu perlunya dikembalikan kepada pandangan dan penilaian kepuasan, kenikmatan dan kelezatan pada akal dan rohani. Atau pandangan ini tidak dihilangkan dalam menentukan baik atau buruk. Adapun yang pada pandangan secara biologis perlu dilihat akibat dari adanya seks bebas. Karena jika di pandang baik orang akan semena-mena berbuat seks bebas dan banyaknya efek negatif dari hal itu misanya dengan adanya peyakit aids.
Akan tetapi hal ini juga masih sifatnya hanya berpandangan kepada kelezatan, kepuasan dan kenikmatan saja tanpa memandang hal lain. Maka pandangan ini masih kurang bisa di terima karena belum menyeluruh dalam memberikan pandangan apakah itu baik atau buruk.

C.       Intuisisme (Humanisme)
Instuisi adalah kekeuatan batin yang dapat menentukan sesuatu sebagai baim atau buruk dengan sekilas tanpa melihat buah dan akibatnya. Kekuatan batin disebut juga sebagai kata hati adalah potensi rohaniah secara fitrah telah ada pada diri setiap orang. Paham ini berpendapat bahwa setiap manusia mempunyai kekuatan insting batin yang dapat membedakan baik dan buruk dengan sekilas pandang.
Kekuatan batin ini adalah kekuatan yang telah ada dalam jiwa manusia, tidak terambil dari keadaan diluarnya. Kita diberi kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk, sebagaimana kita diberi mata untuk melihat dan diberi telinga untuk mendengar
Menurut paham ini perbuatan yang baik adalah perbuatan yang sesuai dengan penilaian yang diberikan oleh hati nurani atau kekuatan batin yang ada dalam dirinya. Dan sebaliknya perbuatan buruk adalah perbuatan yang menurut hati nurani atau kekuatan batin dipandang buruk. Paham ini dikenal dengan paham humanisme.
Penentuan baik dan buruk yang berdasarkan instuisi ini dapat menghasilkan penentuan baik dan buruk secara universal atau berlaku bagi masyarakat pada umumnya.
1.      Argumen
Dalam pandangan ini masih belum jelas karena masih belum ada kesamaan dalam menentukan baik atau buruknya perbuatan. Karena hati nurani masing-masing orang itu pun berbeda disebabkan dari hal memiliki tempat tinggal, kebangsaan, ras, agama, suku yang berbeda.
2.      Fakta
Jika seseorang memandang dari hati nuraninya bahwa itu baik, maka belum tentu pandangan orang lain itu akan sama dengan pandanganya. Karena pada dasarnya setiap manusia itu berbeda-beda baik itu dalam bentuk, pikiran, karakter dan lain sebagainya.



3.      Solusi
Dalam menilai dan memandang apakah itu baik atau buruk hendaknya dilihat dari beberapa aspek. Karena setiap manusia itu mempunyai nurani yang berbeda satu sama lain. Jika hanya dilihat dari segi nurani manusia saja, maka tidak ada titik kesamaan yang bisa membedakan baik atau buruknya perbuatan.

D.       Utilitarianisme
Secara harfiah utilis berarti berguna. Menurut paham ini bahwa yang baik adalah yang berguna. Jika ukuran ini berlaku bagi perorangan, disebut individual, jika berlaku bagi masyarakat dan negara disebut sosial.
Kegunaan dalam arti bermanfaat yang tidak hanya berhubungan dengan materi melainkan juga dengan yang bersifat rohani bisa diterima. Dan kegunaan bisa juga diterima jika yang digunakan itu hal-hal yang tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain. Nabi misalnya menilai bahwa orang yang baik adalah orang yang memberi manfaat pada yang lainya. (HR. Bukhori)
1.      Argumen
Jika baik dan buruk itu dilihat dari segi berguna atau tidak, maka penilaian ini masih hanya memandang sebelah. Sedangkan yang buruk pun bisa bermanfaat bagi yang suka berbuat jahat, sehingga apa pun yang berguna baik itu yang benar ataupun tidak menjadi sama saja.
2.      Fakta
Seseorang yang mencuri misalnya dia bisa menganggap hal yang dilakukanya itu adalah baik karena dasarnya hal itu bermanfaat baginya. Padahal bagi orang yang dicuri itu adalah sebaliknya yaitu rugi.
3.      Maka dari hal itu penilaian ini masih kurang bisa memuaskan secara intelektual karena hanya memandang dari satu sisi saja tanpa memandang dari sisi yang lain. Dalam menilai sesuatu itu harus memandang dari berbagai hal atau sisi.

E.        Vitalisme
Menurut paham ini baik adalah yang mencerminkan kekuatan dalam hidup manusia. Kekuatan dan kekuasaan yang menaklukan orang lain yang lemah dianggap sebagai yang baik. Paham ini lebih lanjut cenderung pada sikap binatang, dan berlaku hukum siapa yang paling kuat dan menang itulah yang baik.
1.      Argumen
Paham ini tidak bisa diterima di masyarakat yang sudah maju, karena masyarakat akan menilai ini tidaklah benar karena masyarakat sudah mempunyai banyak ilmu pengetahuan dan keterampilan masing-masing. Maka dari itu paham ini secara tegas akan ditolak, apalagi sejalan dengan adanya Hak Asasi Manusia yang sudah diakui oleh seluruh dunia. Masyarakat akan menggesernya menjadi paham yang demokratis karena masyarakat sudah bisa berfikir cerdas. Bisa membedakan mana yang harus dilakukan dan mana yang harus ditolak atau ditinggalkan.
2.      Fakta
Dalam kehidupan masa kini yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan itu tidak bisa di jadikan tolak ukur baik atau buruk. Karena jika hal ini masih ada, maka sama halnya dengan binatang yang kuat yang menang.
3.      Solusi

Dalam penilaian dan memberikan pandangan seharusnya dilihat dari berbagai segi dan aspek keinginan manusia secara global. Dan hakikat manusia itu apakah mau disamakan dengan binatang yang tidak memiliki akal? Tentu saja tidak. Karena manusia itu mampu berpikir cerdas, apalagi dengan adanya dukungan teknologi yang modern pada zaman ini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar